Selasa, 16 Oktober 2012

KHUTBAH JUMAT : Menyambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna

KHUTBAH JUMAT : Menyambut Hari Raya Idul Adha Penuh Makna

Kaum Muslimin Rahimakumullah

Puja dan Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan kenikmatan kepada kita sangat banyak sehingga kita sendiri tidak akan mampu menghitung nikmat-nikmat itu. Karenanya dalam konteks nikmat, Allah Swt tidak memerintahkan kita untuk menghitung tapi mensyukurinya.
           
Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikut setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat nanti.

Jama’ah Jum’at yang Berbahagia

Sebentar lagi, Hari Raya Idul Adha 1433 H akan tiba. Suara takbir dan tahmid pun akan terdengar merdu dan indah dari berbagai pelosok nusantara sampai belahan dunia sebagai pernyataan dan pengakuan terhadap keagungan Allah SWT.

Takbir yang diucapkan bukanlah sekedar gerak bibir tanpa arti, tetapi merupakan pengakuan dari dalam hati, menyentuh dan menggetarkan relung-relung jiwa manusia yang beriman. Paginya seluruh Umat Islam di penjuru dunia berbondong-bondong untuk melaksanakan dua rakaat shalat sunah, yaitu shalat Id. Yang kemudian akan dilanjutkan dengan acara silaturahim antar sanak-famili dan handai taulan.

Suasana yang dirasakan pada hari raya Idul Adha tentunya berbeda dengan perayaan hari raya Idul Fitri yang kita rayakan sebelumnya. Perbedaannya itu adalah karena Idul Adha memiliki nilai historis yang begitu mendalam. Idul Adha atau yang sering kita kenal dengan Idul Kurban, mengingatkan kepada kita bagaimana proses perjuangan yang dilakukan oleh Nabi Allah Ibrahim as.

Dimana nabi Ibrahim mendapatkan wahyu untuk menyembelih putranya sendiri, yang bernama Ismail as, putra yang ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Di sinilah nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati yang dicintainya, sebuah pilihan yang cukup dilematis.

Namun karena ketakwaan dan kecintaan nya kepada sang Kholiq melebihi segalanya, maka perintah tersebut beliau laksanakan juga, walau pada akhirnya nabi Ismail as digantikan dengan seekor hewan kurban.


Dari sini kita mendapatkan pelajaran yang sangat bermakna bahwa untuk mendapatkan kebahagiaan dan keberhasilan di dalam kehidupan dunia dan di akhirat nanti kita harus rela berkorban. Makna berkorban adalah memberikan sesuatu untuk menunjukkan kecintaan kepada orang lain, meskipun harus menderita. Orang lain itu bisa anak, orang tua, keluarga, saudara sebangsa dan setanah air.


Ada pula pengorbanan yang ditunjukkan kepada agama yang berarti untuk Allah SWT dan inilah pengorbanan yang tinggi nilainya sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabiyulloh Ibrahim as sehingga beliau mendapatkan predikat Kholilulloh (kekasih Allah SWT), karena telah mampu mengorbankan sesuatu yang dicintainya yang berupa anak , demi mencapai kecintaan kepada Allah SWT. Ini sesuai dengan firman Allah SWT yang artinya :


“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahui.” (QS. Ali ‘Imran : 92).


Sidang Jama’ah Jum’at yang Berbahagia

Peristiwa di atas adalah menjadi titik awal dianjurkannya perintah untuk berkurban bagi
umat Islam, terutama bagi orang yang mampu. Maka dengan adanya perintah berkurban tersebut, kita sebagai umat muslim dituntut untuk tidak hanya melaksanakan ritual keagamaan semata, atau tidak hanya sekedar melaksanakan perintah Tuhan, akan tetapi kita juga diberi kesempatan untuk memanifestasikan rasa solidaritas kita kepada sesama.

Dengan cara membagi-bagikan daging kurban kepada fakir miskin dan kaum dhuafa di sekitar tempat tinggal kita. Artinya daging kurban tersebut tidak hanya dinikmati oleh saudara atau orang terdekatnya saja. tetapi benar-benar dinikmati oleh orang-orang yang membutuhkan. Orang yang sehari-harinya makan daging adalah makanan yang langka bagi mereka.


Idul Adha yang menjadi momentum sejarah telah mengajak umat Islam kepada pola kehidupan sosial yang agamis dengan membangun kekuatan spritualitas diri yang tinggi yang terbentuk dalam bentuk pengabdian yang tulus akan perintah-perintah Allah swt, demi kemaslahatan dan kebersamaan di antara umat Islam.


Di sisi lain, sejarah Hari Raya Kurban juga mengingatkan kepada kita Bahwa kehidupan ini tidak kekal, dan banyak hal yang terjadi secara tiba-tiba di luar perkiraan kita. Kadang, kita dapatkan dalam kehidupan dunia ini hal-hal yang kita cintai justru malah cepat pergi dari kita, sebaliknya hal-hal yang kita benci malah datang terus kepada kita.


Maka Allah menyebut kesenangan dunia ini dengan kesenangan yang menipu ( mata’u al ghurur ), karena akan sirna bahkan berubah menjadi malapetaka, jika cara mengolahnya tidak sesuai tuntunan Allah swt. Allah swt berfirman yang artinya sebagai berikut :


“Seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS Al Hadid: 20)

Tetapi perlu diingat juga bahwa tidak setiap perkara yang kita benci pasti membawa mudharat bagi kehidupan kita. Terkadang yang terjadi adalah sebaliknya, musibah yang kita anggap akan mendatangkan malapetaka, ternyata malah membawa kita kepada kesuksesan besar di dalam hidup ini. Kita lihat umpamanya, yang dialami oleh nabi Ibrahim as, ketika diperintahkan Allah swt untuk meninggalkan istri dan anaknya yang masih kecil di tengah padang pasir, yang tidak ada tumbuh-tumbuhan dan air.

Kaum Muslimin yang Dirahmati Allah

Sebagai manusia, tentunya nabi Ibrahim tidak ingin mengerjakan hal tersebut kalau bukan karena perintah Allah swt. Sesuatu yang tidak dikehendaki nabi Ibrahim tersebut, ternyata telah menjelma menjadi sebuah ibadah haji yang di kemudian hari akan diikuti berjuta –juta manusia, dan dari peristiwa itu juga, keluarlah air zamzam yang dapat menghidupi jutaan orang dan bisa menyembuhkan berbagai penyakit.


Begitu juga, ketika nabi Ibrahim as. diperintahkan untuk menyembelih anaknya Ismail, yang sangat dicintainya. Setiap orang yang masih mempunyai hati nurani yang sehat, tentu sangat tidak senang jika diperintahkan menyembelih anaknya sendiri. Tapi apa akibatnya ? Ketika kedua-duanya pasrah, Allah membatalkan perintah tersebut dan menggantikannya dengan kambing.

Dari peristiwa ini, akhirnya umat Islam diperintahkan untuk berkurban setiap datang hari raya Idul Adha. Memang, kadang sesuatu yang kita benci, justru adalah kebaikan bagi kita sendiri. Allah berfirman :

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS Al Baqarah : 216)

Oleh karenanya, di dalam menghadapi ujian kehidupan dunia ini, kita haru sabar dan tawakal, serta menyerahkan diri kepada Allah swt, sebagaimana yang dicontohkan nabi Ibrahim ketika diperintahkan untuk menyembelih anaknya sendiri.

Semoga dengan khutbah diatas, iman kita selaku hamba Allah bias semakin tebal dan semakin mendekatkan diri kepadaNya. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim As diharapkan bisa membuat kita selalu ingat semuaperintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. Amin Yaa Robbal Alamiin.

Jumat, 12 Oktober 2012

Jum'at oktober 2010

Serial Khutbah Jum'at: Jelang Idul Adha

الحمد لله الذي جعل الجمعةَ أفضلَ الأيَّامِ فِىالأُسْبُوع واخْتَصَّه بساعة فيها دعاء مسموع، وقال تعالى (إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ). واشهد ان لا اله الا الله وحده لا شريك له شهادة انجُو بها من عذاب النار، واشهد ان محمدا عبدُه ورسولُه افضلُ منْ صلَّى ونحَر وحجَّ واعتمَر، نبيٌّ غفَرَ اللهُ ما تقدم من ذنبه وما تأخر. اللهم صلِّ وسلِّمْ على سيدنا محمدٍ عبدِك ورسولِك وعلى الِه واصحَابِه الذين اذْهَب اللهُ عنهم الرِّجْسَ وطهَّر، فيا أيها المسلمون اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وانتم مسلمون، اما بعد.

Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah.
Marilah kita senantiasa meningkatkan nilai ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wata’ala dengan segala upaya dan usaha yang sungguh-sungguh, agar kita benar-benar menjadi bagian dari golongan al muttaqin.

Ma’asyiral muslimin, rohimakumullah.
Hari ini kita sudah memasuki bulan Dzul Hijjah, bulan yang dimuliakan Allah dan Rasul-Nya. Bulan menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam yang kelima. Bulan dikabulkannya doa dan hajat kita. Bulan Dzul Hijjah ini adalah salah satu dari empat bulan yang telah ditetapkan oleh Allah sebagai bulan-bulan mulia.
Allah Subhanahu wata’ala telah berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah:36).
Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah.
Salah satu hal yang meneguhkan kemulian bulan Dzul Hijjah adalah di samping sebagai bulan menunaikan ibadah haji, dalam bulan ini ada serangkaian ibadah yang antara lain adalah:
Pertama, puasa sunnah Arafah tanggal 9 Dzul Hijjah. Rasulullah SAW. bersabda:
صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً
“Puasa hari Arafah itu menghapus dosa-dosa dua tahun yang telah lewat dan yang akan datang.” (HR. Imam Ahmad).
Kedua, Menunaikan sholat Idul adha pada tanggal 10 Dzul Hijjah. Adapun waktunya adalah mulai munculnya matahari sampai dengan condongnya matahari ke barat (zawal). Namun sholat Idul Adha ini disunatkan untuk tidak diakhirkan, agar masyarakat bisa secepatnya melakukan penyembelihan binatang qurban.
Ketiga, membaca takbir dari mulai terbenamnya matahari pada malam hari raya Idul Adha sampai naiknya imam ke mimbar untuk melakukan khutbah. Takbir ini sunnah dilakukan di mana saja, baik di masjid, jalan raya, rumah, pasar dan di tempat-tempat lainnya. Dan takbir ini biasa disebut takbir mursal.
Keempat, membaca takbir setiap kali sehabis sholat maktubah dan sholat sunnah, mulai dari habis melakukan sholat ‘Id sampai dengan sholat Ashar pada tanggal 13 Dzulhijjah. Dan takbir ini biasa disebut takbir muqayyad.
Kelima, Menyembelih binatang qurban seperti kambing, sapi, atau unta, mulai tanggal 10 Dzulhijjah sesudah khutbah shalat Idul Adha sampai dengan 3 hari berikutnya yang disebut hari-hari Tasyriq (tanggal 11,12 dan 13 Dzulhijjah).
Allah SWT. berfirman:
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni`mat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3).
Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah.
Hari raya Idul Adha atau Idul Qurban yang enam hari lagi kita jumpai adalah hari penuh hikmah dan pelajaran bahwa hidup adalah pengorbanan yang mendekatkan manusia kepada Tuhannya, sesuai dengan makna harfiyah qurban itu sendiri, yaitu dekat (qoruba – yaqrubu – qurbanan).
Tujuan hidup manusia adalah kebahagian, yaitu kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan akhirat. Tentu saja kebahagiaan manusia tidak terwujud begitu saja. Kebahagiaan tidak diberikan Allah SWT. kepada manusia secara gratis. Kebahagiaan hanya bisa diperoleh melalui perjuangan. Tidak ada usaha, tidak ada pahala. Dan memang manusia tidak akan mendapat apa-apa kecuali yang ia usahakan. Allah SWT. mengajarkan kita dalam kitab suci:
أَمْ لَمْ يُنَبَّأْ بِمَا فِي صُحُفِ مُوسَى، وَإِبْرَاهِيمَ الَّذِي وَفَّى، أَلَّا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى، وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا سَعَى، وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ يُرَى، ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى،
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa?, dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?, (yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna.” (QS. An Najm: 36-41).
Itulah ajaran Allah, Tuhan yang Maha Esa, Pencipta alam raya dan umat manusia. Ajaran untuk semua manusia di mana saja dan kapan saja. Ajaran yang disampaikan kepada Rasul dan para Nabi. Yaitu manusia harus berusaha. Tidak bakal ada perolehan tanpa kerja dan perbuatan. Tidak ada kebahagiaan tanpa derita usaha dan pengorbanan. Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Di sinilah Nabiyullah Ibrahim memberikan suri tauladan yang tiada bandingan. Di sinilah Nabi Ibrahim memberikan teladan bagaimana berkorban.
Nabi Ibrahim AS. rela mengorbankan putranya, Isma’il demi mengikuti perintah Allah SWT. Nabi Ibrahim teladan umat manusia dalam semangat berkorban. Ia pasrah kepada Allah SWT. Ia yakin Tuhannya hanya menghendaki kebaikan. Ia percaya bahwa Allah tidak mungkin menghendaki keburukan. Maka Nabi Ibrahim bersedia melaksanakan perintah Allah, mengorbankan anaknya, Isma’il, lambang kasih sayangnya kepada keturunan.
Isma’il, putra dambaan dalam lanjut usia dan ketuaan. Namun Allah SWT. menghendaki lain. Allah mengujinya melalui percobaan pengorbanan. Allah penentu kebahagiaan dan kesengsaraan. Dan Nabi Ibrahim pasrah dan taat kepada Tuhan. Ia ingkari kesenangan dirinya, demi ridla Sang Maha Pencipta, Ridla ilahi, pangkal kebagiaan abadi.

Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah.
Dalam meneladani semangat pengorbanan Nabiyullah Ibrahim ini tentu saja kita tidak akan mengorbankan anak kita dan keturunan kita. Kita tidak akan serahkan nyawanya kepada upacara berdarah. Memang bukan itu yang dikehendaki Allah dari hamba-Nya.
Bukanlah Allah ingin menyaksikan bagaimana ayah tega memotong leher anak kandungnya sendiri, keturunan yang menjadi tumpuan kasih sayang. Allah tidaklah berkehendak untuk melihat darah bertumpah dan jiwa seorang manusia melayang. Allah SWT. hanya ingin menguji kesetiaan seorang hamba dan kesungguhannya dalam mencari kebenaran dan ridla Allah SWT. Cukuplah bagi Allah Ta’ala, bahwa Dia telah menyaksikan bagaimana hamba-Nya, Nabi Ibrahim benar-benar hendak melaksanakan perintah-Nya. Dan Allah SWT. pun mencegah Nabi Ibrahim menumpahkan darah anaknya sendiri, Isma’il, kemudian diganti dengan binatang sembelihan yang besar.
Yang penting bukanlah darah yang tertumpah. Maha Suci Allah SWT. dari keinginan dan kehendak melihat kekejaman seorang ayah memotong leher anaknya sendiri. Maha Suci Allah dari keinginan melihat perbuatan sadis dan tak kenal perikemanusiaan seperti praktik pengorbanan manusia masa silam.
Ismail memang diganti dengan binatang sembelihan yang besar, namun nilai pengorbanan beliau tidak berkurang karenanya. Sebab yang penting adalah taqwa yang ada dalam dada Nabi Ibrahim. Yang penting adalah jiwa dan semangat taat kepada Allah SWT. pada diri Nabi Ibrahim. Yang penting adalah sikap tunduk, patuh dan pasrah kepada Allah SWT. pada Nabi Ibrahim.
Ma’asyiral muslimin, jama’ah sholat Jum’ah rahimakumullah.
Kita tentu ingin mengikuti semangat pengorbanan Nabi Ibrahim. Dan semangat pengorbanan itu kita lambangkan dalam ibadah berqurban. Berqurban dengan menyembelih binatang qurban. Bukan untuk sesajen kepada Allah SWT. Berqurban adalah untuk menanamkan rasa taqwa dalam dada kita. Dan memang taqwa itulah yang akan sampai kepada Allah SWT., yang akan diterima sebagai amal kebaikan kita, bukan daging atau darah hewan qurban kita.
Bila semangat ketundukan kepada Allah telah menancap dalam dada, kita akan sanggup menghadapi masa depan dengan keberanian berkorban, berani mengesampingkan kesenangan sesaat, kebahagiaan sementara dan jangka pendek, demi meraih kebahagiaan selamanya, kebahagiaan abadi dan jangka panjang.

أعوذ بالله من الشيطان الرجيم ، إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ ، بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم، ونفعني وإياكم بالأيات والذكر الحكيم وتقبل مني ومنكم تلاوته انه هو السميع العليم وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين